Sejalan makin bertambahnya para pengguna gadget (gawai) di negara ini, bebarengan pula dengan makin maraknya disrupsi dan digitalisasi dalam berbagai sektor hal di lingkungan sekitar kita. Contoh misalnya ketika terbangun dari tidur rata-rata dari kita memegang gadget untuk mengecek medsos feed terupdate, lebih sering menggunakan aplikasi pesan instan chat daripada telepon, dan lain sebagainya. Untuk harga gadget sendiri bervariasi dan banyak menawarkan dengan harga relatif murah, sehingga para pengguna internet di tanah air pun juga akan berprogress melesat naik. Mengutip pemberitaan dari beberapa portal berita, untuk hasil riset yang dirilis pada akhir bulan Januari 2020 telah menyebutkan, dari jumlah penguna internet di seluruh Indonesia sudah mencapai sekitar 175,4 juta orang, sementara untuk total jumlah penduduk di Indonesia sekitar 272,1 juta. Dibanding pada tahun 2019 yang lalu,ternyata jumlah pengguna internet di Indonesia sendiri meningkat sekitar 17 persen atau sekitar 25 juta pengguna .
Semakin banyak para pengguna internet pada saat ini tentu menjadi suatu hal
menguntungkan bagi para konten kreator, kreasi konten milik (konten kreator)
besar kemungkinan dapat dikonsumsi oleh lebih banyak lagi target audience. Sehingga si
konten kreator pun tidak menutup kemungkinan dapat mendapatkan banyak keuntungan
(profit) . Dimulai dari jumlah follower yang
bertambah, pendapatan dari tayangan iklan (adsense),
dilirik suatu brand untuk endorse,
atau bahkan malah menjadi suatu brand
ambassador sebuah merk dagang.
Hampir banyak sekali bejibun konten-konten yang viral yang dapat kita
temukan di portal internet, baik itu berupa dalam bentuk meme, infografis wilayah,
text (artikel), status pada social media, maupun dalam bentuk video yang
orang utarakan pada sekarang lebih dilirik daripada bentuk teks. Tapi jujur saja , saya sendiri masih
kurang memahami dan bingung dengan konten disebut-disebut viral.
Sebentar-sebentar muncul viral, sebentar-bentar ada lagi yang baru kemudian
viral,,sehingga lama-lama semua pihak menggap konten buatannya menjadi viral .
Viral itu Apa Sebenarnya?
Mohon diluruskan apabila saya salah ,kurang lebihnya seperti ini virality
sepemahaman saya adalah sebuah strategi marketing. Dimana dalam strategi
ini mendorong seseorang individu untuk menyampaikan sebuah pesan tersirat
maupun tersurat kepada individu lainnya sehingga menciptakan grafik potensi
pertumbuhan yang eksponensial dalam paparan dan pengaruh pesan dalam konteks
pemasaran konten tersebut. Sederhananya saja, apabila dalam dunia konten
semakin banyak dicerna oleh banyak orang sehingga menjadi world of mouth, barulah
konten tersebut masuk kategori “viral”. Dicerna yang saya maksud
disini bukan saja untuk membaca ataupun menonton saja, melainkan terdapat tindakan
lain seperti membagikan (share) ke orang lain,dengan embel-embel membubuhkan 'Like", ataupun
berkomentar.
Viral Karbitan vs Viral Secara Natural
Sebelum masuk ke dalam viral karbitan / viral sebenarnya, izinkan saya bercerita sedikit tentang hal virality, dan hal ini emang sebatas masih pemahaman dangkal saya . Dalam dunia sebuah aktivitas kampanye (marketing), dikenal dengan sebuah istilah goal & objective, measurement, dan lain sebagainya . Sehingga ada post mortem dari sebuah campaign. Sehingga,virality ini sendiri memang menjadi salah satu sebuah strategi untuk mencapai goal / objective dari sebuah tindakan campaign.
Benarkah hal virality itu dapat dibuat?. Sepemahaman saya bisa saja ,
dan inilah yang saya sebut dengan virality karbitan. Dan biasanya sepemahan
saya dalam menentukan virality itu memang berdasarkan aspek ukuran (measurement) yang
sudah di setting sedari awal. Penting untuk dicatat dan dicermati, ternyata dalam sebuah kampanye
(campaign) itu
juga ada durasi waktunya tidak selamanya. Camkan itu baik-baik !.
Sehingga,demi memperoleh virality yang
dimaksud disini, maka berbagai pelaku usaha dilakukan bukan sekedar
mengandalkan kekuatan konten itu sendiri. Apabila dalam peribahasa banyak jalan
menuju Roma, sebagai contoh permisalan dengan beriklan (Ads), amplify konten di
berbagai channel (saluran), sampai dengan menggerakan banyak pihak luar
seperti (influencer, KOL,
Buzzer) demi memperoleh konten viral.
Apabila dirangkum menjadi sebuah inti, dalam jangka waktu yang sudah
ditentukan (durasi) setiap komponen yang saya sebutkan sebelumnya berusaha
untuk menciptakan virality sesuai dengan tujuan (objective). Tentu untuk
menjalankan hal ini membutuhkan pengalokasian
nilai budget , belum lagi harus mencapati target tertentu sesuai dengan (measurement) yang
sudah ditentukan dari perjanjian awal. Misalnya : Share harus jumlah berapa,
like harus jumlah berapa, view harus jumlah berapa, dan lain sebagainya
menyesuaikan value metrik yang dipakai.
Berbeda dengan konten viral yang sebenarnya, dimana menurut saya viral
sebenarnya memang dari segi kualitas konten itu sendiri memiliki pesan-pesan
dan fondasi materi yang kuat sehingga pihak audience pun dengan
sendirinya mengkonsumsi serta, secara otomatis membagikan, bahkan
mereferensikan konten-konten tersebut ke orang lain. Dan ujung-ujungnya, konten
viral itu alhasil terbentuk secara organik alias natural tanpa adanya rekayasa
dan manipulasi.
Bagaimana menurut para pembaca dimanapun kalian berada,dari segi kualitas lebih
baik mana antara konten yang
karbitan dengan natural?. Sekiranya ada perbedaan tidak antara konten viral
karbitan vs konten natural (organic) ?. Saya sudah mendeskripsikan secara panjang
lebar, sekarang giliran para pembaca untuk umpan balik (feedback) atau berkomentar.Siapa
tau bisa menjadi topik obrolan yang menarik.Semoga bermanfaat